Selasa, 11 Januari 2011

farmakokinetika obat/praktikum blok digestive system pend.dokter 2009 fk unsyiah 2010-2011

TINJAUAN PUSTAKA

I.            Definisi farmakokinetik
            llmu yang mempelajari kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi (yakni, ekskresi dan metabolisme) obat. (Shargel & Yu, 1988: Ganiswara, et al, 1995,Bauer,2001), sehingga Farmakokinetik dianggap sebagai  aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya.
          Tubuh kita dapat dianggap sebagai suatu ruangan besar, yang terdiri dari beberapa kompartemen yang terpisah oleh membran-membran sel. Sedangkan proses absorpsi, distribusi dan ekskresi obat dari dalam tubuh pada hakekatnya berlangsung dengan mekanisme yang sama, karena proses ini tergantung pada lintasan obat melalui membran tersebut. Membran sel terdiri dari suatu lapisan lipoprotein (lemak dan protein) yang mengandung banyak pori-pori kecil, terisi dengan air . Membran dapat ditembus dengan mudah oleh zat-zat tertentu, dan sukar dilalui zat-zat yang lain , maka disebut semi permeabel. Zat-zat lipofil (suka lemak) yang mudah larut dalam lemak dan tanpa muatan listrik umumnya lebih lancar melintasinya dibanding kan dengan zat-zat hidrofil dengan muatan (ion).
II.            4 proses dalam farmakokinetika, yaitu :
1.       Absorpsi
          Proses absorpsi sangat penting dalam menentukan efek obat. Pada umumnya obat yang tidak diabsorpsi tidak menimbulkan efek. Kecuali antasida dan obat yang bekerja lokal. Proses absorpsi terjadi di berbagai tempat pemberian obat , misalnya melalui alat cerna, otot rangka, paru-paru, kulit dan sebagainya.
Absorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1.    Kelarutan obat.
2.    Kemampuan difusi melintasi sel membran
3.    Konsentrasi obat.
4.    Sirkulasi pada letak absorpsi.
5.    Luas permukaan kontak obat.
6.    Bentuk sediaan obat
7.    Cara pemakaian obat.

2. Distribusi.
          Obat setelah diabsorpsi akan tersebar melalui sirkulasi darah ke seluruh badan dan harus melalui membran sel agar tercapai tepat pada efek aksi. Molekul obat yang mudah melintasi membran sel akan mencapai semua cairan tubuh baik intra maupun ekstra sel, sedangkan obat yang sulit menembus membran sel maka penyebarannya umumnya terbatas pada cairan ekstra sel .
          Kadang-kadang beberapa obat mengalami kumulatif selektif pada beberapa organ dan jaringan tertentu, karena adanya proses transport aktif, pengikatan dengan zat tertentu atau daya larut yang lebih besar dalam lemak . Kumulasi ini digunakan sebagai gudang obat (yaitu protein plasma, umumnya albumin, jaringan ikat dan jaringan lemak).
          Selain itu ada beberapa tempat lain misalnya tulang , organ tertentu, dan cairan transel yang dapat berfungsi sebagai gudang untuk beberapa obat tertentu. Distribusi obat kesusunan saraf pusat dan janin harus menembus sawar khusus yaitu sawar darah otak dan sawar uri. Obat yang mudah larut dalam lemak pada umumnya mudah menembusnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses distribusi, yaitu :
  1. Perfusi darah melalui jaringan
  2. Kadar gradien, pH dan ikatan zat dengan makro molekul
  3. Partisi ke dalam lemak
  4. Transport aktif
  5. Sawar, seperti sawar darah otak dan sawar plasenta, sawar darah cairan cerebrospinal
  6. Ikatan obat dan protein plasma.
3. Metabolisme
          Tujuan metabolisme obat adalah pengubahannya yang sedemikian rupa hingga mudah diekskresi ginjal,dalam hal ini menjadikannya lebih hidrofil..
          Pada umumnya obat dimetabolisme oleh enzim mikrosom di retikulum endoplasma sel hati. Pada proses metabolisme molekul obat dapat berubah sifat antara lain menjadi lebih polar. Metabolit yang lebih polar ini menjadi tidak larut dalam lemak sehingga mudah diekskresi melalui ginjal. Metabolit obat dapat lebih aktif dari obat asal (bioaktivasi), tidak atau berkurang aktif (detoksifikasi atau bio-inaktivasi) atau sama aktifitasnya.
Proses metabolisme ini memegang peranan penting dalam mengakhiri efek obat
Hal-hal yang dapat mempengaruhi metabolisme:
·      Fungsi hati, metabolisme dapat berlangsung lebih cepat atau lebih lambat, sehingga efek obat menjadi lebih lemah atau lebih kuat dari yang kita harapkan..
·      Usia, pada bayi metabolismenya lebih lambat.
·      Faktor genetik (turunan), ada orang yang memiliki faktor genetik tertentu yang dapat menimbulkan perbedaan khasiat obat pada pasien.
·      Adanya pemakaian obat lain secara bersamaan, dapat mempercepat  metabolisme (inhibisi enzim).
4. Ekskresi.
          Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni, dan dikeluarkan dalam bentuk metabolit maupun bentuk asalnya.
disamping ini ada pula beberapa cara lain, yaitu:
·      Kulit, bersama keringat.
·      Paru-paru, dengan pernafasan keluar, terutama berperan pada anestesi umum, anestesi gas atau anestesi terbang.
·      Hati, melalui saluran empedu, terutama obat untuk infeksi saluran empedu.
·      Air susu ibu, misalnya alkohol, obat tidur, nikotin dari rokok dan alkaloid lain. Harus diperhatikan karena dapat menimbulkan efek farmakologi atau toksis pada bayi.
·      Usus, misalnya sulfa dan preparat besi .
III.          Macam-macam sediaan obat.
1.      Pulvis/ serbuk, yaitu campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian luar.
2.      Pulveres, yaitu serbuk yang dibagi bobot kurang lebih sama serta dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum seperti puyer.
3.      Tablet, yaitu Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.
4.      Salep, yaitu Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Salep dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.
5.      Injeksi, Merupakan sediaan steril berupa larutan,emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Tujuannya agar kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut.
IV.            Cara -cara pemberian obat
          Disamping faktor formulasi, cara pemberian obat turut menentukan cepat-lambatnya dan lengkap atau tidaknya resorpsi obat oleh tubuh. Tergantung dari efek yang diinginkan,yaitu efek sistemis (di seluruh tubuh ) atau efek lokal ( setempat ), keadaan pasien dan sifat-sifat fisika - kimia obat.

1.    Efek Sistemis
a.       Oral
·      Pemberiannya melalui mulut.
·      Mudah dan aman pemakaiannya , lazim dan praktis
·      Tidak dapat diterapkan untuk obat yang bersifat merangsang (emetin, aminofillin) atau yang diuraikan oleh getah lambung (benzil penisilin, insulin,dan oksitosin)
·      Dapat terjadi inaktivasi oleh hati sebelum diedarkan ke tempat kerjanya
·      Digunakan untuk mencapai efek lokal dalam usus misalnya untuk obat cacing, dan obat diagnostik untuk pemotretan lambung-usus.
·      Pemberian antibiotik untuk sterilisasi lambung-usus pada infeksi atau sebelum operasi.
b.    Oromukosal
Pemberian melalui mukosa di rongga mulut, ada dua macam cara yaitu :
Sub Lingual   :
·      Obat ditaruh dibawah lidah
·      Terjadi resorpsi oleh selaput lendir ke vena-vena lidah yang sangat banyak.
·      Obat langsung masuk peredaran darah tanpa melalui hati (tidak di-inaktifkan).
·      Efek yang diinginkan tercapai lebih cepat.
·      Efektif untuk serangan jantung, asthma.
·      Kurang praktis untuk digunakan terus menerus karena dapat merangsang selaput lendir mulut.
·      Bentuk tablet kecil contoh Isosorbid tablet.
          Bucal
·      Obat diletakkan diantara pipi dan gusi.
c.          Injeksi
Adalah pemberian obat secara parenteral, yaitu di bawah atau menembus kulit/ selaput lendir. Suntikan atau injeksi digunakan untuk :
·      Memberikan efek obat dengan cepat.
·      Terutama untuk obat-obat yang merangsang atau dirusak oleh getah lambung
·      Diberikan pada pasien yang tidak sadar, atau tidak mau bekerja sama.
·      Keberatan pada pasien yang disuntik (sakit) dan mahal, sulit digunakan.
·      Ada bahaya infeksi, dapat merusak pembuluh atau saraf.
          Macam-macam jenis suntikan.
·  Subkutan /hipodermal (s.c).
Penyuntikan di bawah kulit , hanya untuk obat yang tidak merangsang dan larut baik dalam air atau minyak, efeknya agak lambat dibanding cara i.m atau iv, mudah  digunakan sendiri contohnya suntikan Insulin.
·  Intra muscular (i.m).
Penyuntikan dilakukan dalam otot , resorpsi obat berlangsung 10 -30 menit untuk memperpanjang kerja obat sering dipakai larutan atau suspensi dalam minyak. Tempat injeksi otot pantat atau lengan atas.
·  Intra vena (i.v).
Penyuntikan dilakukan didalam pembuluh darah, efeknya paling cepat (18 detik) karena benda asing langsung dimasukkan kedalam aliran darah, sehingga mengakibatkan reaksi-reaksi hebat seperti turunnya tekanan darah secara mendadak shock dan sebagainya. Infus intravena dengan obat sering dilakukan dalam rumah sakit pada keadaan darurat, atau dengan obat yang cepat metabolismenya dan ekskresinya guna mencapai kadar plasma tetap tinggi. Bahaya trombosis terjadi bila infus dilakukan terlalu sering pada satu tempat.
·  Intra arteri (i.a).
Penyuntikan kedalam pembuluh nadi, dilakukan untuk membanjiri suatu organ misalnya Pada penderita kanker hati.
·  Intra cutan (i.c)
Penyuntikan dilakukan didalam kulit , absorbsi sangat perlahan misalnya tuberculin  test dari Mantoux.
·  Intra lumbal
Penyuntikan dilakukan kedalam ruas tulang belakang  (sumsum tulang belakang) misalnya anestetika umum.
·  Intra peritonial.
Penyuntikan kedalam ruang selaput ( rongga ) perut.
·  Intra cardial
          Penyuntikan kedalam jantung.
·  Intra pleural
          Penyuntikan kedalam rongga pleura.
·  Intra articuler
          Penyuntikan kedalam celah-celah sendi.
d.    Implantasi         
Obat dalam bentuk Pellet steril dimasukkan dibawah kulit dengan alat khusus (trocar). Terutama digunakan untuk efek sistemik lama , misalnya obat-obat hormon kelamin (estradiol dan testosteron). Akibat resorpsi yang lambat satu pellet dapat melepaskan zat aktifnya secara teratur selama    3-5 bulan.
e.        Rektal
Pemberian obat melalui rektal atau dubur. Cara ini  memiliki efek sistemik lebih cepat dan lebih besar  dibandingkan peroral dan baik sekali digunakan untuk obat yang mudah dirusak oleh asam lambung
          Contoh :        
·      Suppositoria dan clysma sering digunakan untuk efek lokal mis wasir
·      Salep yang dioleskan pada permukaan rektal hanya mempunyai efek lokal.

f.      Transdermal.
Cara pemakaian melalui permukaan kulit berupa plester, obat menyerap secara perlahan dan kontinyu masuk kedalam sistim peredaran darah, langsung ke jantung.
Umumnya untuk gangguan jantung misalnya Angina pectoris, tiap dosis dapat bertahan 24 jam contohnya Nitrodisk dan Nitroderm TTS (Therapeutik Transdermal System), dan preparat hormon.

2. Efek lokal (pemakaian setempat)
a.   Kulit (Percutan)
Obat diberikan dengan jalan mengoleskan pada permukaan kulit, bentuk obat salep, cream dan lotio.
b. Inhalasi.
Obat disemprotkan untuk disedot melalui hidung atau mulut dan penyerapan dapat terjadi pada selaput mulut, tenggorokan, dan pernafasan. Contoh: bentuk sediaan gas, zat padat atau aerosol.
c.  Mukosa Mata Dan Telinga
Obat diberikan melalui selaput / mukosa mata atau telinga, bentuknya obat tetes atau salep, obat diresorpsi kedalam darah dan menimbulkan efek.
d. Intra vaginal.
Obat diberikan melalui selaput lendir atau mukosa vagina , biasanya berupa obat anti fungi dan pencegah kehamilan. Dapat berbentuk ovula, salep, cream dan cairan bilas
e.  Intranasal.
Obat diberikan melalui selaput lendir hidung untuk menciutkan selaput atau mukosa hidung yang membengkak, contohnya Otrivin.








PROSEDUR KERJA

Tujuan Percobaan
Memperlihatkan variasi kecepatan absobsi/eksresi obat yang diberikan secara oral.
Alat dan Bahan
Alat:
·         Beaker Glass
·         Tabung reaksi
·         Pipet standard
Bahan:
·         Kalium Iodida 300mg dalam kapsul
·         Larutan kalium Iodida 1%
·         Larutan Natrium Nitrit 10%
·         Larutan Asam Sulfat (H2SO4) dilutes
·         Larutan/suspensi amylum 1%
Prosedur Penatalaksanaan
         1.         Memilih dua orang praktikan dari tiap kelompok sebagai subjek percobaan (I dan II), sedangkan praktikan lainnya bertanggung jawab untuk percobaan yang dilakukan
         2.         Sebelum obat ditelan, kandung kemih kedua subjek percobaan harus dikosongkan, kemudian subjek percobaan harus minum 2 gelas air. Dan sebahagian urin (2-3 ml) ditampung dan disimpan sebagai urin control.
         3.         Kemudian subjek I menelan kapsil berisi Kalium Iodida
         4.         Menit ke-15 setelah makan obat, urin ditampung dari masing-masing subjek percobaan di dalam gelas ukur. Melakukan penampungan selama 60 menit dengan interval waktu 15 menit.
         5.         Pada control dan perlakuan dengan Kalium Iodida dibuat dalam tabung reaksi (Uji Eksresi Kalium Iodida)
a.       1ml KI 1% + 1 ml Amylum 1% → amati apa yang terjadi
b.      1ml KI 1% + 2-3 tetes Natrium Nitrit 10% + 2-3 tetes H2SO4 dilutus + 1 ml Amylum 1% → amati apa yang terjadi
c.       1 ml urin control/saliva + 2-3 tetes Natrium Nitrit 10% + 2-3 tetes H2SO4 dilutus + 1 ml Amylum 1% → amati apa yang terjadi
d.      1 ml urin/saliva subjek yang makan KI + 2-3 tetes Natrium Nitrit 10% + 2-3 tetes H2SO4 dilutus + 1 ml Amylum 1% → amati apa yang terjadi


DATA PERCOBAAN

Tanggal percobaan            : 6 Januari 2011
Subjek percobaan              : Murtaza
Berat badan subjek           : 56,7 kg
Obat yang digunakan        :                                                     Dosis         :
Kelompok                         : 2 /kelas A-10
1.      Urin dan saliva control

KI+Amylum
KI + NaNo + H2SO4 + Amylum
Waktu
Urien(Control)+NaNo2+H2SO4+Amylum
Saliva+NaNO2+H2SO4+Amylum


Putih keruh
Biru dongker
15’
Kuning berbusa disertai uap
Putih keruh dan berbusa


Putih keruh
Biru dongker
30’
Kuning berbusa disertai uap
Putih keruh dan berbusa
Putih keruh
Biru dongker
45’
Kuning berbusa disertai uap.
Putih keruh dan berbusa

Putih keruh
Biru dongker
60’
Kuning berbusa disertai uap.
Putih keruh dan berbusa






2.      Urin dan saliva setelah minum obat

Waktu
Urine setelah minum obat
Saliva setelah minum obat
15’
Warna kuning disertai busa dan beruap.
Warna abu-abu dan berbusa
30’
Warna biru disertai busa, gelembung dan uap.
Warna biru dongker disertai busa, uap dan cincin.
45’
Warna cerah dengan uap.
Warna biru dongker disertai busa,uap dan cincin.
60’
Warna biru cerah dengan gelembung
Warna biru cerah disertai busa, uap dan cincin yang kurang jelas.

  

PEMBAHASAN

Pemberian obat secara Oral
            Memberikan suatu obat melalui mulut adalah cara pemberian obat yang paling sering, tetapi juga paling bervariasi dan memerlukan jalan yang paling rumit untuk mencapai jaringan. Beberapa obat diabsobrsi di lambung, namun duodenum sering merupakan jalan masuk utama ke sirkulasi sistemik karena permukaan absobsinya yang lebih besar . Metabolisme adalah langkah pertama oleh usus atau hati membatasi efikasi banyak obat ketika diminum peroral.

Efek PH pada absobsi obat
            Kebanyakan obat berupa asam lemah atau basa lemah. Obat-obat asam (HA) melepaskan suatu ion H+ yang menyebabkan suatu ion bermuatan (A-) untuk membentuk
HA → H++A-
            Basa-basa lemah (BH+) juga dapat melepaskan suatu H+ namun bentuk obat basa diproton bermuatan dan hilangnya suatu proton menghasilkan basa tidak bermuatan (B).
BH+→B+H+

Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi arbsorbsi dan ekskresi suatu obat, diantaranya adalah :
A.    Faktor yang mempengaruhi absorbsi suatu obat
·         Faktor-faktor terkait obat
Faktor-faktor terkait obat yang mempengaruhi absorpsi meliputi keadaan ionisasi,berat molekul, kelarutan (lipofilitas) dan formulasi (larutan vs tablet). Obat-obatan yang kecil, tak terionisasi, larut dalam lemak menembus membrane plasma paling mudah.
·         Faktor-faktor terkait pasien
Faktor-faktor terkait pasien yang mempengaruhi absorpsi obat tergantung pada cara pemberiannya. Sebagai contoh, adanya makanan dalam saluran pencernaan, keasaman lambung, dan aliran darah ke saluran pencernaan mempengaruhi obat-obatan oral.
B.     Faktor di ginjal yang mempengaruhi eskresi obat
·         Filtrasi oleh glomelurus
Hal ini dimulai saat obat masuk ke dalam nefron melalui perfusi kapiler pembuluh darah yang bercelah di kapsul Bowman, saat terjadi proses difusi, obat yang kecil/ non-ionic akan lebih mudah  di eskresikan di bandingkan obat yang terikat dengan protein plasma. Namun kecepatan filtrasi oleh glomelurus itu sendiri sangat di pengaruhi oleh tekanan darah.
·         Sekresi oleh tubulus
Obat di ekskresikan ke dalam tubulus dari arteriol aferen, kemudian terjadi transfor aktif( pembawa obat dan energy) . Yang diangkut adalah yang secara spesifik terikat dengan pembawa (pengangkut). Ukuran dan muatan kurang penting. Obat-obata dapat bersaing satu sama lain untuk berikatan dengan pembawa. Obat dengan batas keamanan yang rendah dapat mencapai kadar toksik. Secara teurapetik, obat-obat yang bersaing untuk mengikat pengangkut dapat diberikan bersamaan untuk meningkatkan waktu paruh plasma, hal inilah yang mempengaruhi kecepatan ekskresi.

·         Reabsorbsi di tubulus nefron.
Obat di reabsorbsi  ke dalam aliran darah, melalui proses difusi, obat non ionic akan lewat dengan mudah. Karena zat ionic kurang direabsorpsi, metabolit obat yang lebih ionic daripada obat induknya akan dilakukan mauk ke urin lebih mudah. PH urin dapat diubah dengan sengaja untuk meningkatkan kecepatan ekskresi obat.






KESIMPULAN
1.      Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi absorbsi suatu obat di dalam tubuh seseorang, diantaranya kelarutan obat, kemampuan difusi obat dalam melintasi membrane sel yang dituju, konsentrasi obat, sirkulasi pada tempat absorbs, bentuk sediaan obat, cara pemakaian obat, serta peningkatan metabolism seseorang ( seperti pada saat berkativitas maupun tidur).
2.      Ekskresi suatu obat atau sisa metabolitnya paling besar melalu air seni ( ginjal), namun terdapat juga melalu kulit melalu air keringat.